top of page
  • Writer's picturelulu

[TENTANG: JURNAL MENDOAN PART.1]

Lelaki di depan lulu ini masih sibuk dengan sebuah monitor, sambil sesekali mengamati lamat-lamat sepasang sandal yang ia pegang. Entah apa yang sedang dilakukannya. Ia meminta lulu untuk menekan angka-angka yang ada di mesin kecil di dekatnya kemudian kembali sibuk pada monitornya. Lama sekali. Lelaki ini sepertinya kurang paham kalau lulu sedang diburu waktu. Beberapa menit kemudian, keluar kertas dari mesin cetaknya. Suara peluit kereta memenuhi peron stasiun Purwokerto. Pengumuman dari speaker stasiun makin sering terdengar, namun lulu tak dapat mendengar dengan jelas. Perasaannya tak tenang.

“Mas, ga usah pakai struk gak apa-apa”.

Lulu mengambil sandal dari tangan lelaki tadi, mungkin agak kasar. Sepertinya ia mengucapkan sesuatu semacam ucapan terimakasih, tapi lulu tidak peduli. Sesegera mungkin lulu meninggalkan minimarket itu sambil memikirkan satu pelajaran berharga yang baru saja ia dapatkan.

Jangan sekali-sekali berbelanja dengan kartu debitmu jika kau sedang buru-buru.

Agak sedikit berlari, lulu hampir saja menabrak temannya yang ternyata dari tadi sudah mencari-cari dirinya.


“Lulu! Buruan kereta lu udah mau jalan! Ayo lari! Lari!”


Tanpa pikir panjang, lulu memberikan sandal yang baru saja dibelinya dan langsung berlari meninggalkan temannya itu. Rupanya ia sejak beberapa menit lalu berlarian mencari lulu tanpa alas kaki. Dengan agak berteriak, ia mengatakan


“Lulu, ini sandal lu”.


Lulu dengar, tapi tidak bergeming. Rasanya harga sandal putus itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan akibat dari ketinggalan kereta ini. Lulu kerahkan kecepatannya yang paling maksimal, mengambil tas ranselnya yang duduk sendirian di bangku tunggu, dan langsung melewati boarding gate tanpa melalui pemeriksaan. Dengan langkah panjang, lulu memasuki kereta. Terdengar ocehan petugas boarding gate pada temanku, mungkin karena hanya dia yang bisa mewakiliku di sana.


Napasnya belum normal dan lulu masih harus mencari kursi sambil menggendong tas-tas yang lumayan berat. Terasa panas menjalari pundaknya. Perjalanan enam jam di sepeda motor, dengan menggendong daypack, ditambah sepanjang waktu pendakian membuat pundaknya serasa mau copot. Sepertinya semua orang memerhatikan gadis bersandal jepit yang baru saja masuk sambil terengah-engah ini. Lulu tidak peduli.


Kereta mulai bergerak meninggalkan stasiun. Lulu berpindah dari gerbong satu ke gerbong berikutnya, menuju kursinya, sambil ragu kalau ini adalah benar keretanya.

Kereta cukup penuh saat itu, mungkin karena hari minggu. Harga tiket yang kereta ini pun jauh lebih mahal dari biasanya. Lulu melemparkan pandangan pada seisi gerbong, berharap ada tanda atau tulisan yang menunjukkan kalau ini adalah benar keretanya. Rasanya konyol kalau sampai salah naik kereta.


“Mas, ini betul kereta Singasari kan?”, lulu bertanya pada pemuda yang duduk di sebelahnya. Umurnya sekitar dua puluhan.


“Iya”, jawabnya singkat.


“Tujuan Pasar Senen kan?”, tanya lulu lagi, memastikan.


“Iya”.


Lelaki dengan jaket bertuliskan 'Teknik Mesin UGM' ini kembali sibuk dengan handphonenya. Lulu bersandar di kursi saat tahu kalau ia tidak pakai sandal jepit sendirian.


^^^

26 views2 comments

Recent Posts

See All

[TENTANG: JUMPA LAMA, LAMA TAK JUMPA]

Saat dulu, kita sering bertanya, "Nanti apa?" "Nanti ke mana?" Waktu memaksa kita untuk meraba, akankah semua bisa menyata sesuai rencana atau impulsifitas yang justru melanda Beberapa waktu berlalu t

[TENTANG: WE AND POMPA GALON]

Selama empat tahun kuliah, lulu terpaksa harus ngekos karena lokasi rumah yang amat sangat jauh dari peradaban dan kampusnya. Bayangin aja jauhnya itu kaya kita pergi dari ujung utara jakarta, ke ujun

bottom of page